Sunday 16 November 2014

Perpisahan Termanis

Aku dan kamu, bagai karang pantai mencintai laut lepas. Dari jauh, aku mencintaimu dengan seluruh kekuranganku: Menatap gelombang ombak rambutmu atau menikmati kilau cahaya dirimu, pada senja yang menenggelamkan matahari dimatamu.


Aku dan kamu, bagai karang pantai mencintai laut lepas. Ribuan mil dari hatimu, setiap detik aku berusaha melacak cintamu pada setiap buih ombak yang menghantamkan diriku. Bila kukatakan padamu telah kutitipkan semua salamku pada nadi-nadi sungai yang merambat-bermuara menuju kedalaman hatimu, pernakah ia benar-benar sampai padamu?
Hingga saatnya kita bertemu.

“Hai, aku Arief,”

“Hai, aku Ayu,”

Senyum kita bertemu. Kalimat awal perkenalan ku dengannya..

“Ayu ?” Aku tersenyum, berharap kamu senang mendengarnya.
Tapi kamu diam saja. Aku pun jadi terdiam. Barangkali kamu bertanya-tanya: bagaimana aku mengetahui nama lengkapmu padahal kita baru kali pertama bertemu? Sunyi bergetar dileher kita berdua. Ah, bagaimana lagi, aku memang sudah tahu banyak hal tentang dirimu: Setiap hari aku mengagumimu, sejak pertama kali kumelihatmu.

Sejak pertemuan itu, aku merasa hari-hari kita begitu akrab: Meski sebatas ombak yang setiap hari datang memberi sentuhan, lalu pergi tanpa salam perpisahan. Ah, mungkinkah sungai telah menyampaikan semua salamku kepadamu, menyusun kata cinta yang terbata-bata menjadi sebuah sajak cinta, dan kau menerimanya?

“Aku suka kamu. Maukah kau jadi kekasihku ?” kataku dimalam itu.

Tapi kau terdiam. Sayangnya bukan sebagai isyarat persetujuan.

“Maaf,” katamu, “Aku sudah punya pacar. Tepatnya calon suami. Kupikir kedekatan kita hanya sebagai teman.”

Kita terdiam. Tanpa senyuman.

Aku menatapmu, kamu menatapku. ada getar yang menumpahkan ribuan kata yang tak terucapkan, jadi sepi yang bergaung. Ombak memeluk mata kaki kita berduan, malam tinggal bayang-bayang.

Sejak saat itu kita tak lagi bertemu. Kamu kembali ketempatmu,, aku tetap jadi karang pantai yang cacat dihantam ombak. Desau angin terdengar bagai lagu sedih. Burung-burung hitam mengoak bagai caci-maki sepanjang hari. pantai yang tak punya perasaan.

Aku akan pergi, akhirnya aku memutuskan; lalu bersalin rupa menjadi manusia biasa, mengemasi barang-barang dalam koper, mengenakan kaus kaki dan sepatu. Disetiap langkah yang kutempuh, kulepaskan satu persatu kenangan tentang dirimu, meski tak seluruhnya.
Dari ribuan sejarah manusia yang sedih, barangkali aku salah satunya, tapi haruskah aku menghabiskan hidup hanya untuk menjadi karang pantai yang bersedih?
Ombakmu melambai-lambai, seolah memanggilku untuk kembali. “Tetaplah menjadi karang pantai,” lamat-lamat aku mendengar suara itu. Kupikir itu hanya perasaan ku saja.

Tidak, kataku dalam hati. Aku telah  memutuskan. Aku akan menjadi yang lain: bayang-bayang, angin, pohon, gunung, atau langit. Barangkali aku gagal menjadi kekasihmu, tetapi Cinta tetap ada: untuk apa dan untuk siapa, biarlah ia menentukan nasibnya sendiri....
Aku dan kamu, bagai karang pantai mencintai laut lepas ?
Rupanya tidak lagi..

Dan saat itu mulai terdengar lagu Favoritku, Lovarian – Perpisahan Termanis mengalun lembut mengiringi angin pantai yang menghempas tubuh ku.

Bila nanti kita berpisah, jangan kau lupakan
Kenangan yang indah, Kisah kita.

Jika memang kau tak tercipta, untuk kumiliki
Cobalah mengerti, yang terjadi.

Bila mungkin memang tak bisa
Jangan pernah coba memaksa
Tuk tetap bertahan
Ditengah kepedihan.

Jadikan ini ..
Perpisahan yang termanis, yang indah dalam hidupku
Sepanjang waktu semua berakhir.

Tanpa dendam dalam hati
Maafkan semua salahku.
Yang mungkin menyakitimu
Semoga kelak kau kan temukan
Kekasih sejati
Yang kan menyayangi
Lebih dari ku

Semuanya berakhir
Tanpa dendam dalam hati
Maafkan semua salahku
Yang mungkin menyakitimu

Dikutip dari : Novel - "Yang Galau Yang Meracau"
Download Tulisannya Disini = Yang Galau Yang Meracau
Dikutip dari : Novel - "Yang Galau Yang Meracau"
Download Tulisannya Disini = Yang Galau Yang Meracau